Mengenal Rantai Pengelolaan Sampah
Semua kehidupan di Bumi memiliki siklusnya masing-masing. Seperti tumbahan dengan fotosintesisnya, hewan dengan rantai makanannya, manusia dengan tumbuh dan kembangnya. Ada yang datang, ada yang pergi, ada yang kembali. Termasuk sampah. Ada siklus atau rantai pengelolaan yang perlu dibuat.
Sama halnya siklus alam lainnya, sampah yang merupakan produk dari manusia juga memerlukan pengurai. Keberadaan sampah seakan sudah tak dapat dihindarkan. Manusia dan sampah selalu berdampingan. Apalagi, seiring dengan perkembangan zaman, sampah pun semakin beraneka ragam.
Dewasa ini sampah sangat beragam jenisnya. Mulai dari organik, anorganik, dan residu. Jenis-jenis sampah tersebut perlu pengelolaan yang terpadu. Namun, dalam praktiknya, pengelolaan sampah seringkali masih menimbulkan masalah. Mengapa?
Pengelolaan sampah seringkali dipahami secara sederhana. Padahal, lebih dari itu, problem pengolahan sampah sangatlah kompleks. Dalam mengelola sampah dibedakan menjadi 3 tahap, yakni hulu, pengangkutan, dan hilir. Tiga tahap tersebut merupakan rantai atau siklus di mana sampah bisa terkelola dengan baik.
Seringkali kita hanya memahami bahwa sampah sudah beres ketika sampai di pengolahan akhir. Namun, dalam praktiknya sampah banyak mengalami kendala di hilir. Kendala yang ada di hilir tentu pada tempat pengolahan sampah, yakni Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) atau Tempat Pemrosesan Sampah (TPA).
Selama ini pemerintah selalu fokus pada hulu dan tengah saja. Pemerintah terlalu fokus dengan masalah penyediaan sarana dan prasarana terkait sampah. Namun, pada tahap pengelolaan di hilir seringkali tak terkelola dengan baik. Akibatnya, masalah pengelolaan sampah pun tidak pernah terselesaikan. Sampah pun menumpuk di tempat titik-titik lokasi penjemputan, juga menumpuk di TPST atau TPA.
Tidak adanya pengolahan sampah lebih lanjut di setiap TPST atau TPA inilah yang menjadi sorotan dewasa ini. Sampah hanya ditumpuk dan dibiarkan begitu saja. Padahal, dampak yang disebabkan penumpukan sampah tersebut begitu berbahaya. Maka, sudah sepatutnya pemerintah fokus juga pada masalah pengelolaan di hilir.
- Baca juga: Mutiara di Pembuangan Akhir
Jadi, ketika tiap tahun Dinas Lingkungan Hidup atau pemerintah daerah mengalokasikan anggaran miliyaran rupiah tidak akan menyelesaikan persoalan sampah, karena yang diurusi hanya sisi tengahnya. Persoalan hilir sering diabaikan.
Ada Apa di Hilir?
Ketiga tahap pengelolaan sampah di atas memang saling berkesinambungan satu sama lain. Ketika ada satu tahap saja mengalami masalah, maka akan mengganggu tahap lainnya. Pemerintah yang hanya fokus pada pengelolaan sampah di hulu dan tengah pun demikian. Sudah seharusnya pengelolaan sampah pada tahap hilir harus benar-benar diperhatikan sampai selesai.
Begitu banyak TPST atau TPA yang makin hari makin menggunung. Hal ini tidak lain akibat adanya pengelolaan sampah yang dibiarkan ditumpuk begitu saja. Dilansir dari kompas.id, menyebutkan bahwa Indonesia sendiri masih memiliki sekitar 500 TPA yang hampir semua menggunakan sistem open dumping, yakni sampah dibuang begitu saja tanpa melalui pemrosesan.
Seperti di Yogyakarta misalnya. Provinsi yang dihuni lebih dari 3 juta jiwa ini selalu mengalami permasalahan sampah tiap tahunnya. Permasalahan sampah di Yogyakarta selalu berkutat pada masalah pemrosesan di hilir. Ketika di hilir, dalam hal ini TPST Piyungan ditutup, maka pengangkutan pun akan sering terlambat. Akibatnya, sampah yang ada di penampungan sementara mengalami penumpukan.
TPST Piyungan adalah tempat pengumpulan sampah akhir dari Kabupaten Sleman, Bantul, dan Kota Yogyakarta. Untuk menampung ketiga daerah kabupaten/kota ini saja, TPST sudah kewalahan. Sebab, di sana tidak ada pemrosesan sampah sampai benar-benar purna.
- Baca juga: Mengelola Sampah, Menjaga Kehidupan
Apalagi, akhir-akhir ini TPST Piyungan tersebut sedang memasuki masa perbaikan dan pemeliharaan. Akhirnya, salah satu siasat yang dilakukan pemerintah adalah memberlakukan penjadwalan pengambilan di tiga wilayah tersebut secara bergantian. Dilansir dari harianjogja.com, menyebutkan jika penjadwalan yang mulai berlaku sejak Rabu (26/10/2022) itu bertujuan supaya pelayanan sampah semakin lancar. Namun, ternyata di beberapa tempat penampungan sampah sementara mengalami penumpukan.
Pada akhirnya, ketika membicarakan tentang rantai pengelolaan sampah, kita tidak bisa berpikir secara sederhana. Banyak hal yang perlu diketahui dan dipahami. Mulai dari problem yang dihadapi di hulu, tengah, sampai hilir. Sebab, ketiga tahap tersebut memiliki problem yang berbeda-beda dalam mengelola sampah.
*Pasti Angkut/Nardi