Sejarah dan Perkembangan Plastik di Indonesia
Apa yang terlintas di benak kita ketika mendengar kata “plastik”? Benda yang jumlahnya saking banyaknya ini hampir selalu ada di semua lini kehidupan manusia. Plastik telah menjadi bagian tak terpisahkan dari manusia.
Namun, apakah kita tahu sejak kapan plastik mulai ada? Lalu, seperti apa persebarannya di Indonesia?
Mari kita bahas mulai dari kehadiran plastik di muka bumi ini. Kata Plastik berasal dari dari Bahasa Yunani “Plastikos” yang berarti lentur dan mudah dibentuk.
Menurut Ni Putu Decy Arwini, dalam jurnal VASTUWIDYA berjudul “Sampah Plastik dan Upaya Pengurangan Timbunan” menjelaskan jika pada awalnya plastik banyak digunakan untuk mengganti penggunaan bahan organik.
Orang yang memperkenalkan plastik pertama kali adalah Alexander Parkes. Plastik dikenalkan oleh Parkes pada sebuah ekshibisi internasional di London, Inggris pada tahun 1862.
Plastik temuan pria kelahiran Brimingham itu kemudian dikenal dengan istilah Parkesin yang dibuat dari bahan organik dari selulosa. Parkesin inilah yang menghasilkan produk seperti gagang pisau, sisir, kancing, dan lain sebagainya.
Pada perkembangannya, baru pada tahun 1907 ditemukan bakelite oleh Leo Baekeland. Bakelite adalah plastik sintetis pertama di dunia. Bahan yang digunakan untuk bakelite berasal dari bahan bakar fosil.
Masih dikutip dari sumber yang sama, dalam perkembangan selanjutnya, Baekeland membuat polystyrene pada 1929, poliester pada 1930, polyvinylchloride (PVC) dan polythene pada 1933, dan nilon pada 1935.
Memasuki Perang Duia II, plastik sintetis mengalami perkembangan yang begitu pesat. Hal tersebut dikarenakan adanya pelestarian sumber daya alam yang langka, sehingga alternatif sintetis jadi prioritas.
Plastik di Indonesia
Kemunculan plastik di Indonesia ini bisa dilihat setelah Perang Dunia II berakhir. Persebarannya mulai tahun 1952, di mana pada tahun tersebut sudah terdapat 12 pabrik plastik di Jawa.
Dilansir dari Historia.id, bahwa pabrik-pabrik plastik tersebut mengimpor bahan bakunya dari luar negeri. Yakni perusahaan minyak Shell dari Amerika Serikat, dan Bataafsche Petroleum Maatschappij dari Belanda.
Dua distributor di atas itu mampu menyuplai kebutuhan perusahan-perusahan plastik di Indonesia. Perkembangannya pun jadi semakin pesat.
Plastik langsung mudah diterima oleh masyarakat. Selain bentuknya yang beragam, pun warna menarik, tahan lama, anti air, dan murah.
Kemunculan plastik seakan menjadi salah satu alternatif lain dalam hal pengemasan. Seperti dalam membungkus makanan. Kehadiran plastik mampu membantu manusia dalam mengemas dan membawa makanan. Seperti makanan berkuah misalnya.
Pada awal dekade 60-an, produk-produk berbahan dasar plastik terus mengalami perkembangan dan terobosan baru. Pada dekade ini plastik dimanfaatkan sebagai bahan dasar pipa air.
Pipa air yang awalnya berbahan dasar besi atau logam dianggap tidak tahan terhadap air. Biasanya akan lebih cepat karatan. Beda dengan bahan dasar plastik, pipa pralon (sebutan pipa plastik) mampu terhidar dari karat.
“Suatu revolusi baru di bidang industri kini telah timbul di Indonesia dan khusunya di ibu kota. Kalau selama ini kita hanya melihat dan memakai pipa-pipa untuk air leding, listring dan lain-lainnya terbuat dari besi atau alumunium, maka kini kita telah bisa menyaksikan pipa-pipa demikian yang terbuat dari plastik,” tulis Pantjawarna No. 50, 19 Oktober 1963
Awal dekade 60-an tersebut setidaknya telah menjadi awal bagi Indonesia mengenal pipa berbahan dasar plastik. Sekaligus dianggap sebagai suatu revolusi di bidang industri plastik.
Memasuki periode 70-an, dominasi plastik semakin tak terbendung. Plastik tak hanya digunakan sebagai pipa air, namun pada periode ini plastik digunakan sebagai kemasan air mineral.
Perkembangannya yang begitu pesat, penggunaan plastik pun ternyata melebihi ekspektasi. Plastik pada dewasa ini bisa digunakan di berbagai bidang kehidupan. Mulai dari alat masak, mainan anak, alat listrik, dan lain sebagainya. Begitu banyak.
Namun, dari perkembangannya yang begitu pesat itu, plastik tentu sangat berdampak. Terutama terhadap lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat total sampah nasional pada 2021 mencapai 68,5 juta ton. Dari total jumlah tersebut, 17 persen atau sebanyak 11,6 juta ton disumbang oleh sektor sampah plastik.
Jumlah yang tidak sedikit. Dampak yang ditimbulkan pun beragam, baik di darat maupun di lautan. Plastik sudah jadi ancaman.
Lalu, seperti apa dampak yang ditimbulkan? Dan, bagaimana kita seharusnya bersikap atau mengatasinya?
Nantikan serial pembahasan plastik di artikel selanjutnya. Tabik!
_______________
*Pasti Angkut/Nardi